Hak
Cipta merupakan hak khusus bagi pencipta atau pemegangnya untuk memperbanyak
atau menggandakan hasil karya ciptaannya yang tumbuh bersamaan dengan lahirnya
suatu ciptaan. Pencipta berhak pula atas manfaat ekonomi yang lahir dari
ciptaannya tersebut, baik dibidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra.
Pelanggaran
Hak Cipta itu dihukum sebagaimana yang tercantum menurut Pasal
44 Undang-undang No. 12 Tahun 1997 Junto (J.o) Pasal 72 undang-undang No. 19
Tahun 2002, yang antara lain berbunyi sebagai berikut :
1. Barang siapa dengan sengaja dan
tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak
suatu ciptaan atau member izin untuk
itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan / atau
denda paling banyak Rp. 5.000.000.000- (lima miliar rupiah).
2. Barang siapa dengan sengaja
menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan
atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan /
atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
3. Barang siapa dengan sengaja
melanggar ketentuan Pasal 17, yang menyebutkan bahwa pemerintah melarang
pengumuman setiap ciptaan Universitas Sumatera Utaraxi yang bertentangan dengan
kebijaksanaan pemerintah dibidang pertanahan dan keamanan. Negara, kesusilaan
dan ketertiban umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan/ atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah).
4. Barang siapa dengan sengaja
melanggar ketentuan Pasal 19,20, Pasal 49 ayat 3 yang merumuskan bahwa untuk memperbanyak atau mengumumkan
potret seseorang harus terlebih dahulu mendapat izin dari orang yang dipotret
atau dalam jangka waktu 10 tahun setelah yang dipotret meninggal dunia, harus
mendapat izin dari ahli warisnya dipidana dengan pidana penjara paling lama 2
(dua) tahun dan / atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,- (seratus lima
puluh juta rupiah).
kasus pelanggaran hak cipta:
GESANG
MARTOHARTONO adalah seniman dunia yang lahir di Indonesia. Lagu-lagu ciptaan
Gesang telah diterjemahkan ke berbagai bahasa di antaranya, Inggris, Mandarin
dan Jepang. Untuk menghindari terjadinya pengklaiman karya dari negara lain,
seperti pengklaiman lagu “Bengawan Solo” oleh beberapa warga Belanda baru-baru
ini, perusahaan rekaman Penerbit Musik Partiwi (PMP) telah mengurus royalti
lagu-lagu ciptaan Gesang yang berjumlah 44 judul lagu ke Direktorat Jendral
HAKI Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia. Semua sertifikat paten lagu Gesang
tersebut, sudah terbit sejak 25 September 2009. Berdasarkan keterangan dari
Andy Hutadjulu, General Manager PMP di Solo, lagu-lagu Gesang juga sempat
dijiplak oleh negara Malaysia, “Tahun 1960 lalu, salah satu lagu ciptaan Gesang yang sangat terkenal, yakni ‘Bengawan Solo’
pernah dijiplak oleh Malaysia dengan judul lagu ‘Main Cello’,” kata Andy
Hutadjulu, Jumat, 21 Mei 2010.“Irama, nada dan tempo lagu tersebut sama dengan
lagu ‘Bengawan Solo’, hanya saja syair dan judulnya yang diubah,” kata Andy
Hutadjulu, General Manager PMP di Solo, Jumat, 21 Mei 2010. Andy mengungkapkan,
polemik penjiplakan lagu karya Gesang
oleh Malaysia baru selesai ketika
Presiden Soekarno, kala itu turun tangan langsung. Bung Karno sengaja
mengundang pihak Malaysia di sebuah acara perlombaan olahraga di Senayan. “Di
situ lagu Bengawan Solo dimainkan dan Gesang juga menyaksikannya langsung.”
Dengan melihat itu, Malaysia baru mengakui, kalau lagu itu adalah karya Gesang,
musisi Indonesia.
Analisa Kasus:
kasus diatas jelas telah melanggar hak cipta karena dalam Undang-Undang Hak Cipta (UHC) pasal 12 ayat (1) salah satunya yang melindungi ciptaan lagu atau musik dengan atau tanpa teks. Penjiplakan lagu "Bengawan Solo" tersebut sangat merugikan bagi sang penciptanya karena hak cipta merupakan hak ekslusif yang artinya bahwa selain pencipta maka orang lain tidak berhak atasnya kecuali dengan adanya izin penciptanya.
sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar