Jakarta - Sembilan
tersangka perambah/pembakar hutan membuat pengakuan di depan Gubernur Riau
Annas Maamun. Mereka mengaku menebang hutan dan membakar bekas hutan untuk
lahan perkebunan. "Penuturan para
perambah bahwa mereka mendapatkan Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR) dari
kepala desa setempat," ujar Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB
Sutopo Purwo Nugroho, dalam rilisnya pada detikcom, Kamis (20/3/2014).
Penuturan pembakar hutan tersebut disampaikan di Media Center Posko Satgas
Operasi Terpadu Penanggulangan Bencana Asap di Kota Dumai, Riau, Kamis
(20/3/2014). Kata Sutopo, pembakar lahan bukan masyarakat setempat. Pembakar
mengaku tidak mengetahui lahan yang dirambah merupakan Cagar Biosfer Giam Siak
Kecil-Bukit Batu. Cagar Biosfer yang zona inti seluas 178.722 hektar ini
merupakan salah satu warisan dunia. "Mereka mengatakan hanya mengerjakan
lahan sekitar 16 hektar dan baru tanam sawit di lahan seluas 5 hektar,"
kata Sutopo. Sutopo menambahkan, pembakar juga mengaku membuka hutan dengan
alasan ingin bertani. Meski demikian, pihak Kepolisian Riau terus mengembangkan
kasus ini dengan dibantu dengan pihak Kejaksaan Riau, Kemenhut, dan KLH. Sutopo
menjelaskan, berdasarkan laporan Tim Khusus Satgas Darat Operasi Terpadu Penanggulangan
Bencana Asap di Riau, pihaknya mendapati 39 kampung yang digunakan para
perambah dengan gelondongan potongan kayu yang beratnya ratusan ton. Tim ini
terus bergerak untuk mendapatkan lebih banyak perambah karena temuan ratusan
ton potongan kayu yang siap dikirim melalui kano-kano kecil. Berdasarkan data Kepolisian Riau, terdapat 46
laporan perambah/pembakar hutan/lahan dengan jumlah tersangka menjadi 75 orang,
termasuk 1 korporasi. "Penyelesaian
proses penyelidikan 3 kasus, penyidikan 20, pelimpahan berkas ke jaksa 21,
sedangkan P 21 terdapat 2 kasus. Pihak Kemhut dan KLH turut membantu Kepolisian
setempat dengan mendatangkan 21 Penyidik Pegawai Negeri Sipil Lingkungan Hidup
(PPNS-LH) dan tim ahli kehutanan sebagai saksi ahli," ucap Sutopo.
Sumber berita : http://news.detik.com/read/2014/03/20/165447/2531986/10/ini-pengakuan-tersangka-pembakar-hutan-di-depan-gubernur-riau?n992204fksberitadsfdsf
OPINI
Bencana
alam yang terjadi di Indonesia diawal tahun 2014 sangat memprihatinkan seperti
banjir yang melanda Jakarta pada bulan Januari, disusul dengan meletusnya
Gunung Kelud di Kediri dan erupsi Gunung Sinabung di Sumatera Utara hingga
terjadi kebakaran hutan di Riau pada bulan Maret. Bencana yang terjadi tersebut
merupakan salah satu bentuk teguran sang pencipta kepada masyarakat yang tidak
lagi menghargai alam. Saat ini banyak sekali masyarakat yang kurang peduli
lingkungan seperti masih banyak orang yang membuang sampah sembarang tempat,
mereka tidak memikirkan dampak negatif yang telah dilakukan terhadap
lingkungan. Akibat nyata yang dapat terlihat karena kebiasaan buruk tersebut
adalah banjir. Banjir merupakan salah satu bencana alam yang disebabkan karena
ulah manusia sendiri, seperti pada kasus asap di Riau yang terjadi belakangan
ini. Asap tebal tersebut diketahui asalnya dari hutan yang dibakar oleh pihak
tidak bertanggung jawab yang memberikan dampak buruk bagi masyarakat dan
lingkungan. Dampak yang dirasakan oleh masyarakat Riau yaitu sesak napas,
radang paru-paru, batuk-batuk dan iritasi mata akibat asap yang semakin tebal
karena lingkungan tercemar.
Kejadian tersebut sebaiknya perlu diatasi
secara cepat oleh pemerintah dengan memberikan bantuan kepada masyarakat Riau
berupa tempat pengungsian warga, masker, obat-obatan dan sebagainya. Hutan yang
telah hangus terbakar menimbulkan pencemaran lingkungan berupa asap tebal oleh
karena itu, perlu diadakan penanaman kembali untuk menggantikan fungsi hutan
sebagai peresapan air disaat hujan. Apabila peresapan air kurang maka akan
menimbulkan bencana banjir.