Kamis, 27 Maret 2014

PEMBAKARAN HUTAN DI RIAU

Jakarta - Sembilan tersangka perambah/pembakar hutan membuat pengakuan di depan Gubernur Riau Annas Maamun. Mereka mengaku menebang hutan dan membakar bekas hutan untuk lahan perkebunan.  "Penuturan para perambah bahwa mereka mendapatkan Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR) dari kepala desa setempat," ujar Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho, dalam rilisnya pada detikcom, Kamis (20/3/2014). Penuturan pembakar hutan tersebut disampaikan di Media Center Posko Satgas Operasi Terpadu Penanggulangan Bencana Asap di Kota Dumai, Riau, Kamis (20/3/2014). Kata Sutopo, pembakar lahan bukan masyarakat setempat. Pembakar mengaku tidak mengetahui lahan yang dirambah merupakan Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu. Cagar Biosfer yang zona inti seluas 178.722 hektar ini merupakan salah satu warisan dunia. "Mereka mengatakan hanya mengerjakan lahan sekitar 16 hektar dan baru tanam sawit di lahan seluas 5 hektar," kata Sutopo. Sutopo menambahkan, pembakar juga mengaku membuka hutan dengan alasan ingin bertani. Meski demikian, pihak Kepolisian Riau terus mengembangkan kasus ini dengan dibantu dengan pihak Kejaksaan Riau, Kemenhut, dan KLH. Sutopo menjelaskan, berdasarkan laporan Tim Khusus Satgas Darat Operasi Terpadu Penanggulangan Bencana Asap di Riau, pihaknya mendapati 39 kampung yang digunakan para perambah dengan gelondongan potongan kayu yang beratnya ratusan ton. Tim ini terus bergerak untuk mendapatkan lebih banyak perambah karena temuan ratusan ton potongan kayu yang siap dikirim melalui kano-kano kecil.  Berdasarkan data Kepolisian Riau, terdapat 46 laporan perambah/pembakar hutan/lahan dengan jumlah tersangka menjadi 75 orang, termasuk 1 korporasi.  "Penyelesaian proses penyelidikan 3 kasus, penyidikan 20, pelimpahan berkas ke jaksa 21, sedangkan P 21 terdapat 2 kasus. Pihak Kemhut dan KLH turut membantu Kepolisian setempat dengan mendatangkan 21 Penyidik Pegawai Negeri Sipil Lingkungan Hidup (PPNS-LH) dan tim ahli kehutanan sebagai saksi ahli," ucap Sutopo.


OPINI
Bencana alam yang terjadi di Indonesia diawal tahun 2014 sangat memprihatinkan seperti banjir yang melanda Jakarta pada bulan Januari, disusul dengan meletusnya Gunung Kelud di Kediri dan erupsi Gunung Sinabung di Sumatera Utara hingga terjadi kebakaran hutan di Riau pada bulan Maret. Bencana yang terjadi tersebut merupakan salah satu bentuk teguran sang pencipta kepada masyarakat yang tidak lagi menghargai alam. Saat ini banyak sekali masyarakat yang kurang peduli lingkungan seperti masih banyak orang yang membuang sampah sembarang tempat, mereka tidak memikirkan dampak negatif yang telah dilakukan terhadap lingkungan. Akibat nyata yang dapat terlihat karena kebiasaan buruk tersebut adalah banjir. Banjir merupakan salah satu bencana alam yang disebabkan karena ulah manusia sendiri, seperti pada kasus asap di Riau yang terjadi belakangan ini. Asap tebal tersebut diketahui asalnya dari hutan yang dibakar oleh pihak tidak bertanggung jawab yang memberikan dampak buruk bagi masyarakat dan lingkungan. Dampak yang dirasakan oleh masyarakat Riau yaitu sesak napas, radang paru-paru, batuk-batuk dan iritasi mata akibat asap yang semakin tebal karena lingkungan tercemar.

       Kejadian tersebut sebaiknya perlu diatasi secara cepat oleh pemerintah dengan memberikan bantuan kepada masyarakat Riau berupa tempat pengungsian warga, masker, obat-obatan dan sebagainya. Hutan yang telah hangus terbakar menimbulkan pencemaran lingkungan berupa asap tebal oleh karena itu, perlu diadakan penanaman kembali untuk menggantikan fungsi hutan sebagai peresapan air disaat hujan. Apabila peresapan air kurang maka akan menimbulkan bencana banjir.